Selasa, 04 Mei 2010

Sertifikasi Dosen

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dosen merupakan salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Peran, tugas, dan tanggung jawab dosen sangat bermakna dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia, meliputi kualitas iman/takwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil, makmur, dan beradab.
Untuk menjalankan fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat trategis itu, tentu diperlukan sosok dosen yang professional dan kompeten dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamanatkan UU RI Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, bahwa “Dosen dinyatakan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mengajarkan, mengembangkan, dan menyebarluasan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian, dan pengabdian kepada masyarakat” (pasal 1 butir 2).
Pada butir berikutnya dijelaskan, professional dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (pasal 1 butir 4). Dalam implementasinya, pelaksanaan Undang-undang dimaksud dilakuakan melalui sertifikasi.
Dengan demikian, sertifikasi dosen sesungguhnya merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas, kreatifitas, dan integritas dosen agar mampu melakukan aktualisasi potensi diri dan tugasnya secara lebih optimal dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran dan kualitas pendidikan secara umum melalui pengembangan tridharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat).
Oleh karenanya, sertifikasi dosen diharapkan mampu menjadi mediasi dalam mewujudkan quality assurance (penjaminan mutu) tenaga pendidik. Jadi, sertifikasi dosen bukan sekedar untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dosen melalui penerimaan tunjangan profesi, akan tetapi juga mengarah pada terwujudnya penjaminan mutu dosen yang kompeten dan professional. Dosen professional adalah dosen yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai tridharma perguruan tinggi dalam diri dan pelaksanaan tugasnya. Peningkatan mutu dosen secara akademik juga harus mempertimbangkan aspek-apek pengetahuan yang sangat fundamental dan bersifat universal, antara lain: kemampuan matematika, kemampuan dalam science dan teknologi, dan reading comprehension. Ketiga aspek ini merupakan aspek utama dalam kehidupan masyarakat sosial dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Kualifikasi akademik dosen dan berbagai aspek unjuk kerja sebagaimana ditetapkan dalam SK Menkowasbangpan Nomor 38 Tahun 1999, merupakan salah satu elemen penentu kewenangan dosen mengajar di suatu jenjang pendidikan. Di samping itu, penguasaan kompetensi dosen juga merupakan persyaratan penentu kewenangan mengajar. Kompetensi tenaga pendidik, khususnya dosen, diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional.
Tingkat penguasaan kompetensi dosen menentukan kualitas pelaksanaan Tridharma sebagaimana yang ditunjukkan dalam kegiatan profesional dosen. Dosen yang kompeten untuk melaksanakan tugasnya secara profesional adalah dosen yang memiliki kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial yang diperlukan dalam praktek pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Mahasiswa, teman sejawat dan atasan dapat menilai secara persepsional terhadap tingkat penguasaan kompetensi dosen.
Kualifikasi akademik dan unjuk kerja, tingkat penguaaan kompetensi sebagaimana yang dinilai orang lain dan diri sendiri, dan pernyataan kontribusi dari diri sendiri, secara bersama-sama, akan menentukan profesionalisme dosen. Profesionalisme seorang dosen dan kewenangan mengajarnya dinyatakan melalui pemberian sertifikat pendidik. Sebagai penghargaan atas profesionalisme dosen, pemerintah menyediakan berbagai tunjangan serta maslahat yang terkait dengan profesionalisme seorang dosen.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari sertifikasi dosen adalah:
a. Apa saja landasan hukum dari sertifikasi dosen?
b. Apakah tujuan dari sertifikasi dosen?
c. Bagaimanakah prosedur sertifikasi dosen?
d. Bagaimanakah penyusunan portofolio?

B. KAJIAN
1. Landasan Hukum
Landasan hukum penyelenggaraan sertifikasi dosen (Samani dkk, 2008:3) adalah:
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Perguruan Tinggi Berbadan Hukum Milik Negara (BHMN).
e. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Nasional Pendidik
g. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 42 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Dosen.
h. Surat Keputusan Menkowasbangpan Nomor 38 tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Nilai Angka Kreditnya.
i. Peraturan Mendiknas RI Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil Yang Menduduki Jabatan Guru Besar/ Profesor dan Pengangkatan Guru Besar/ Profesor Emeritus.
j. Peraturan Mendiknas Nomor 17 Tahun 2008 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Mendiknas Nomor 42 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Dosen.
k. Peraturan Mendiknas Nomor 18 tahun 2008 tentang Penyaluran Tunjangan Profesi Dosen.
l. Peraturan Mendiknas Nomor 19 tahun 2008 tentang Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Dosen.
m. Peraturan Mendiknas Nomor 20 Tahun 2008 tentang Penetapan Inpassing Pangkat Dosen Bukan Pegawai Negeri Sipil yang telah menduduki Jabatan Akademik pada Perguruan Tinggi yang Diselenggarakan oleh Masyarakat.
2. Tujuan Sertifikasi
Sebagaimana telah dikemukakan pada latar belakang, program sertifikasi dosen bertujuan untuk menilai profesionalisme dosen, guru meningkatkan mutu pendidikan dalam sistem pendidikan tinggi. Pengakuan profesionalisme dinyatakan dalam bentuk pemberian sertifikat pendidik kepada dosen yang lulus sertifikasi (Samani dkk, 2008:3).
3. Prosedur Sertifikasi Dosen
Prosedur sertifikasi dosen Perguruan Tinggi (PT) (Samani dkk, 2008:3) adalah sebagai berikut:



Gambar 1. Prosedur sertifikasi dosen
Sumber: Samani dkk, 2008:3


Penjelasan:
a. Departemen Pendidikan Nasional menetapkan kuota secara nasional Kuota nasional ini kemudian dijabarkan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi menjadi kuota untuk masing-masing perguruan tinggi (PT-Pengusul). Khusus untuk perguruan tinggi swasta distribusinya diserahkan kepada Kopertais.
b. Pada PT-Pengusul kemudian kuota ini diproses menjadi daftar calon peserta sertifikasi dosen melalui pertimbangan fakultas, jurusan maupun program studi. PT-Pengusul dalam menangani proses sertifikasi ini disarankan untuk membentuk Panitia Sertifikasi Dosen (PSD) di tingkat PT-Pengusul.
c. Penetapan daftar calon peserta sertifikasi dosen di PT-Pengusul diurutkan atas daasar: (1) jabatan akademik, (2) pendidikan terakhir, dan (3) daftar urut kepangkatan atau yang sejenisnya.
d. PSD pada PT-Pengusul berkonsultasi dengan fakultas/ jurusan/ prodi untuk menentukan (1) 5 orang mahasisiwa, (2) 3 orang teman sejawat, (3) seorang atasan dosen untuk masing-masing calon peserta sertifikasi dosen yang akan melakukan penilaian persepsional.
e. PSD kemudian memberikan blangko isian kepada (1) mahasiswa, (2) teman sejawat, (3) atasan dosen yang akan menilai, dan (4) dosen yang diusulkan untuk memberikan penilaian persepsional. Selain penilaian persepsional, dosen yang diusulkan melakukan penilaian personal.
f. Hasil semua penilaian diserahkan kembali ke PSD.
g. PSD mengkompilasi hasil penilaian dan melengkapi dengan persyaratan lain seperti penilaian angka kredit, foto, dan lain sebagainya. Hasil pengkompilasian ini menjadi berkas portofolio yang diserahkan oleh PSD di PT-Pengusul kepada perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi dosen (PTP-Serdos).
h. PTP-Serdos menilai portofolio dan hasilnya diserahkan kembali ke PT-Pengusul dan Ditjen Diktis.
i. Berdasarkan hasil ini kemudian Ditjen Dikti menerbitkan nomor registrasi (khusus) bagi yang lulus dan dikirim ke PTP –Serdos untuk pembuatan sertifikat.
j. Bagi yang tidak lulus diserahkan kepada PT-Pengusul untuk pembinan dan pengusulan kembali.
4. Penyusunan Portofolio
a. Portofolio dan Ukuran Profesionalisme
1) Pengertian
Portofolio sebagaimana dimaksud dalam naskah ini adalah kumpulan dokumen yang menggambarkan prestasi seseorang. Portofolio dosen adalah kumpulan dokumen yang menggambarkan pengalaman berkarya/ prestasi dalam menjalankan tugas profesi sebagai dosen dalam interval waktu tertentu. Sertifikasi dosen dilakukan melalui penilaian portofolio.
Komponen portofolio dirancang untuk dapat menggali bukti-bukti yang terkait dengan:
a) Kepemilikan kualifikasi akademik dan unjuk kerja Tridharma (sebagaimana diatur dalam SK Menkowasbangpan nomor 38 tahun 1999),
b) Kepemilikan kompetensi, yang diukur secara persepsional oleh diri sendiri, mahasiswa, teman sejawat dan atasan,
c) Pernyataan diri dosen tentang kontribusi yang diberikan dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma.

2) Penilaian dan Bukti-bukti Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian terhadap kumpulan dokumen maupun data yang berupa SK Kenaikan Jabatan terakhir, instrumen persepsional dan personal/deskripsi diri yan telah diisi oleh diri sendiri, mahasiswa, teman sejawat dosen, dan atasan. Khusus untuk instrumen deskripsi diri, penilaian dilakukan oleh aksesor.
Bukti-bukti yang disediakan dosen peserta sertifikasi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian:
a) Bagian pertama, (untuk Penilaian Empirikal), adlah bukti yang terkait dengan kualifikasi akademik dan angka kredit dosen, untuk kenaikan jabatan akademik sebagaimana tersebut dalam SK Menkowabangpan Nomor 38 Tahun 1999. Bukti berupa SK tentang kenaikan jabatan terakhir, yang dilengkapi dengan rincian perolehan angka kredit dalam jabatan dan SK kepangkatan terakhir. SK kepangkatan untuk dosen tiap yayasan diperoleh setelah yang bersangkutan memperoleh SK Inpassing.
b) Bagian kedua, (untuk Penilaian Persepsional), adalah bukti yang terkait dengan penilaian persepsional oleh diri sendiri, mahasiswa, teman sejawat atau atasan terhadap empat kompetensi dosen, yaitu kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. Bukti berupa lembar-lembar penilaian yan telah diisi oleh diri sendiri, mahasiswa, teman sejawat, dan atasan.
c) Bagian ketiga, (untuk Penilaian Personal), adalah pernyataan dari dosen yang bersangkutan tentang prestasi dan kontribusi yang telah diberikannya dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma Perguruan Tinggi. Instrumen ini akan dinilai oleh aksesor.
b. Ciri-ciri Penilaian Portofolio
Ciri-ciri yang digunakan dalam penilaian portofolio dosen (Samani dkk, 2009:3) adalah sebagai berikut:
a) Menggunakan hasil Penilaian Angka Kredit dosen sebagai ukuran kualifikasi akademik dan unjuk kerja.
b) Menggunakan penilaian persepsional oleh mahasiswa, teman sejawat, atasan dan diri sendiri tentang kepemilikan kompetensi dosen untuk melaksanakan tugas profesionalnya.
c) Menggunakan penilaian personal oleh diri sendiri tentang kontribusi yang telah diberikannya dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma Perguruan Tinggi.
d) Menggunakan tingkat kesesuaian penilaian persepsional dan personal untuk mendapatkan nilai akhir profesionalisme.
Untuk itu ciri-ciri portofolio seharusnya didasarkan pada unsur-unsur berikut:
a) Rasional
Ciri-ciri tersebut didasarkan atas rasional sebagai berikut:
1) Penilaian anka kredit sebagaimana diatur dalam SK Menkowabangpan Nomor 38 Tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Nilai Angka Kreditnya merupakan cara yang cukup baik untuk mengukur kualifikasi akademik dan unjuk kerja dosen. Namun cara itu belum jelas mengukur tingkat kepemilikan kompetensi dosen. Maka dalam sertifikasi dosen 2008 dikembangkan instrumen untuk menilai tingkat kepemilikan kompetensi dosen. Penilaian dilakukan secara persepsional oleh mahasiswa, teman sejawat, atasan dan diri sendiri.
2) Mahasiswa diminta menilai kompetensi dosen yang mengajarnya, karena mahasiswa dianggap sebagai pihak yang langsung merasakan sejauh mana dosen memiliki kompetensi yang diperlukan untuk mengajar dengan baik.
3) Teman sejawat juga diminta menilai, karena kompetensi dosen dapat dirasakan dalam rapat-rapat resmi program studi atau jurusan, atau dalam perbincangan sehari-hari.
4) Atasan juga diminta menilai, karena diyakini mereka dapat merasakan sejauh mana dosen memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugasnya.
5) Sedangkan diri sendiri diminta menilai, karena diri sendirlah yang seharusnya paling tahu tentang kepemilikan kompetensi.
6) Selain secara persepsional dosen menilai kompetensinya seperti tersebut di atas, ia juga harus menilai kontribusi yang telah diberikannya dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma Perguruan Tinggi. Secara personal/pribadi ia diminta mendeskripsikannya dalam instrumen deskripsi diri. Diharapkan ia jujur dalam menyampaikannya, karena penyampaian pernyataan ini adalah dalam rangka mendiskripsikan, bukan memamerkan jasa atau kemampuannya.
b) Prasayarat
Hasil penilaian profesionalisme dosen akan valid hanya bila penilaian seluruh komponen dilakukan dengan jujur. Jadi kejujuran dosen, mahasiswa, teman sejawat dan atasan dalam menilai merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan sistem penilaian ini. Kejujuran ini pula yang hendak dibangun dengan sistem penilaian ini, karena diyakini bahwa kejujuran merupakan bagian tak terpisahkan dari profesionalisme.
c) Kiat
Sebagai upaya untuk mendorong para penilai tidak segan sehingga bisa didapat tingkat kejujuran optimal, dilakukan hal-hal berikut:

1) Persepsional
(a) Penunjukan penilai kompetensi persepsional, baik mahasiswa, teman sejawat dosen maupun atasannya, dilakukan oleh pimpinan fakultas, bukan oleh dosen-dosen peserta sertifikasi dosen. Dosen yang dinilai diupayakan tidak mengetahui siapa yang menilainya.
(b) Pengisian instrumen penilaian oleh mahasiswa diharapkan dilakukan ketika mahasiswa penilai selesai mengikuti sesi perkuliahan dalam matakuliah yang diberikan oleh dosen yang dinilai, setelah beberapa kali masuk kuliah, agar kemampuan dosen dapat dirasakan dan dinilai siswa.
(c) Penilaian oleh diri sendiri, teman sejawat dan atasan dilakukan sendiri-sendiri tetapi dalam yang ditentukan oleh pengelola fakultas; dengan demikian penilaian dilakukan dalam suasana tanpa tekanan, sehingga penilaian diharapkan dapat diberiakan dengan lebih realistik.
2) Deskripsi diri
Pernyataan deskripsi diri ditandatangani oleh dosen yang bersangkutan, sebagai bentuk pertanggungjawaban bahwa apa yang ditulis adalah dibuat olehnya sendiri, dan bahwa ia bersedia mempertanggungjawabkan kebenaran isinya.
c. Tata Cara Penyusunan Portofolio
Portofolio dosen disusun berdasarkan intrumen (1) penilaian persepsional yang meliputi penilaian dari mahasiswa, teman sejawat, atasan langsung dan dosen yang diusulkan; (2) penilaian deskripsi diri dosen yang disusulkan atau disebut juga penilaian personal; dan (3) penilaian angka kredit (PAK). Semua instrumen ini dapat dilihat pada Lampiran naskah Buku ini.
d. Kelulusan
Sedangkan kelulusan sertifikasi didasarkan pada:
(a) Rerata skor komponen dan total intrumen penilaian persepsional yang meliputi penilaian dari: mahasiswa, teman sejawat, atasan langsung, dan dosen yang diusulkan.
(b) Rerata skor sub-bagian dan bagian dari instrumen penilaian deskripsi diri dosen yang diusulkan atau disebut juga penilaian personal.
(c) Penilaian konsistensi antara instrumen penilaian persepsional dan personal.
(d) Gabungan antara PAK dan nilai persepsional.
5. Penjaminan Mutu
Penjaminan mutu di perguruan tinggi dalam kaitannya dengan sertifikasi dosen dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu (1) penjamin mutu proses sertifikasi untuk memenuhi UU No 14/2005 (aspek legal) dan (2) penjaminan mutu dalam menghadapi tantangan perkembangan IPTEK (aspek real).
a. Penjaminan Mutu Proses Sertifikasi
Penjaminan mutu terhadap proses sertifikasi dosen oleh Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Dosen (PTP-Serdos) dilakukan secara internal oleh masing-masing PTP-Serdos dan secara eksternal oleh Direktorat Jendral Pendidikan Nasional. Penjaminan mutu dijalankan dengan melakukan monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi:
1) Sejauh mana kesesuaian pelaksanaan proses sertifikasi dosen dengan ketentuan yang telah dietapkan.
2) Kendala dan masalah yang dihadapi dalam menghadapi pelaksanaan proses Sertifikasi Dosen.
3) Sejauh mana PTP-Serdos mengantisipasi penyelenggaraan program-program untuk penjaminan mutu pasca sertifikasi.
a) Monitoring dan Evaluasi Internal
Monitoring dan evaluasi internal terhadap proses Sertifikasi Dosen dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi atau tim monitoring dan evaluasi perguruan tinggi yang ditugaskan oleh pemimpin PTP-Serdos. Monitoring dan evaluasi internal dilakukan dengan tujuan untuk melihat efektifitas dan tata tertib adminstrasi pelaksanaan Sertifikasi Dosen oelh unit yang telah ditunjuk oleh pimpinan perguruan tinggi.
b) Monitoring dan Evaluasi Eksternal
Monitoring dan Evaluasi bertujuan menilai apakah program sertifikasi dijalankan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam pedoman penyelenggaraan sertifikasi dosen. Kegiatan monitoring dan evaluasi juga bertujuan mencegah sertifikasi menjadi formalitas untuk dapat menikmati permasalahan yang dijanjikan oleh program itu. Selain itu monitoring dan evaluasi juga bertugas mengawal penyelenggaraan dan tidak lanjut program di perguruan tinggi, sehingga dapat mencapai tujuannya, yaitu meningkatkan profesionalisme dosen.
c) Pembiaan
Pembinaan terhadap penyelenggara sertifikasi dijalankan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dengan cara memberikan konsultasi kepada unit penyelenggara sertifikasi yang memerlukan perbaikan-perbaikan. Selain itu Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi juga dapat menugaskan perguruan tinggi lain untuk memberikan pembinaan. Hasil pembinaan akan dievaluasi oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
d) Unit Penjaminan Mutu
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi menjalankan monitoring dan evaluasi melalui Unit Penjaminan Mutu yang bersifat ad hoc. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap PTP-Serdos Unit Penjaminan Mutu memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi tentang status PTP-Serdos. Rekomendasi dapat berbentuk penugasan kembali untuk terus beroperasi, perlu pembinaan atau dicabut penugasnnya.
Selain unit Penjaminan Mutu yang ada di Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Juga ada unit Penjaminan Mutu internal di perguruan tinggi. Unit ini melakukan monitoring dan evaluasi terhadap lembaga sertifikasi di perguruan tinggi yang bersangkutan. Kinerja Penjaminan Mutu internal ini juga dimonitor dan dievaluasi oleh unit Penjaminan Mutu Dikti.
b. Penjaminan mutu meghadapi tantangan perkembangan IPTEK
Sertifikasi dosen dimaksudkan untuk mendapatkan kewenangan mengajar di perguruan tinggi sesuai dengan Undang-undang no. 14 Tahun 2005. Namun tantangan yang nyata adalah tantangan perkembangan IPTEKS dalam kehidupan yang sebenarnya. Dosen di Perguruan Tinggi harus selalu dapat meningkatkan kualitas dirinya menghadapi tantangan tersebut.
Program penjaminan mutu pasca sertifikasi dosen harus selalu dilakukan baik oleh perguruan tinggi secara melembaga maupun oleh dosen sendiri dalam menghadapi perkembangan IPTEK. Program ini dapat berupa (1) pembinaan berkelanjutan oleh perguruan tinggi sendiri maupun instansi lain, (2) studi mandiri yang dilakukan oleh dosen baik secara individual maupun berkelompok, dan (3) penerapan konsep long life education (belajar seumur hidup) dimana belajar merupakan bagian dari kehidupannya.
Ketiga jalur penjaminan mutu ini dapat dilaksanakan secara simultan oleh dosen perguruan tinggi untuk menghadapi tantangan perkembangan IPTEKS. Dosen atau kelompok dosen yang dapat lulus dari tantangan ini diharapkan akan menjadi dosen profesional.

C. PENUTUP
Dengan adanya sertifikasi dosen, diharapkan:
1. Kualitas pendidikan dan pendidik di perguruan tinggi menjadi lebih baik lagi.
2. Meningkatkan kinerja dan profesionalisme dosen dalam menjalankan tugas-tugas akademiknya.
3. Para dosen diharapkan meningkatkan kreatifitas dan mampu mengaktualisasikan potensi diri secara maksimal sebagaimana tercermin dalam misi Tridharma Perguruan Tinggi (pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Daftar Rujukan
Samani, Muchlas, dkk. 2009. Pedoman Sertifikasi Dosen, Naskah Akademik dan Penyusunan Portofolio (Buku-I). Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Departemen Agama RI.
Samani, Muchlas, dkk. 2008. Manajemen Pelaksanaan Sertifikasi Dosen dan Pengolahan Data (Buku-III). Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Departemen Pendidikan RI.

Penelitian Eksperimen

Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen dapat didefinisikan sebagai metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat. Penelitian eksperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam metode eksperimen, karakteristik penelitian eksperimen yaitu:
1. Kegiatan mengontrol
Kegiatan mengontrol adalah mengendalikan kondisi-kondisi penelitian ketika berlangsungnya manipulasi
2. Kegiatan memanipulasi
Kegiatan memanipulasi dilakukan secara sistematis pada keadaan tertentu.
3. Observasi
Observasi (Sugiyono, 2008:145) merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua proses yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Dalam penelitian eksperimen, peneliti membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi 2 kelompok yaitu kelompok treatment yang mendapatkan perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu eksperimen, yaitu:
1. Eksperimen harus bebas dari bias
Suatu eksperimen dapat dijamin dengan adanya desain yang baik. Secara garis besar, adanya randomisasi yang kurang mengurangi sifat bias dari eksperimen.
2. Eksperimen harus punya ukuran terhadap error
Dengan adanya desain yang baik, maka error dapat diukur. Dalam istilah desain eksperimen error tidak sama artinya dengan kesalahan. Yang dimaksud dengan error adalah semua variasi ekstra, yang juga mempengaruhi hasil di samping pengaruh perlakuan-perlakuan. Dengan adanya ukuran error, maka eksperimen menjadi objektif sifatnya. Ukuran error ini bergantung pada desain eksperimen yang dipilih.
3. Eksperimen harus punya ketepatan
Eksperimen harus dilakukan dengan desain yang dapat menambah ketepatan. Ketepatan dapat dijamin jika error teknis dapat dihilangkan dan adanya replikasi pada eksperimen. Ketepatan atau presisi dapat ditingkatkan jika error teknis, seperti kurang akuratnya alat penombang, kurang baiknya dalam menggunkan meteran, dan sebagainya, maka jumlah replikasi dapat menambah ketepatan eksperimen.
4. Eksperimen harus mempunyai tujuan yang jelas
Sering kita lihat bahwa eksperimen-eksperimen yang dilaksanakan oleh peneliti-peneliti muda kurang jelas tujuan eksperimennya. Tujuan eksperimen dengan mengatakan “....bertujuan untuk membandingkan perlakuan A dengan perlakuan B,” dan seterusnya adalah kurang jelas. Tujuan eksperimen harus dibuat sejelas-jelasnya, ditambah dengan alasan-alasan yang kuat mengapa memilih perlakuan demikian. Pada kondisi mana hasilnya akan diaplikasikan serta pada daerah ilmu mana sasaran penelitian tersebut ingin diterapkan. Tujuan eksperimen didefinisikan dan dapat dituangkan dalam hipotesa-hipotesa nol yang akan dikembangkan.
5. Eksperimen harus punya jangkauan yang cukup
Tiap eksperimen harus mempunyai jangkauan atau skope yang cukup sesuai dengan tujuan penelitian

III. Daftar Rujukan
Prof. Dr. Sugiyono. 2008 .Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Rianto Adi dan Heru Prasadja. 1991. Langkah-langkah Penelitian Sosial. Jakarta:Arcan

PERMASALAHAN REMAJA DAN UPAYA-UPAYA PENANGANANNYA

A. PENDAHULUAN
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Yang dimaksud dengan masalah remaja adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Pemahaman penyesuaian diri pada remaja sangat penting dipahami oleh setiap remaja karena masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Setiap individu mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar. Pada masa penyesuaian diri ini peran orang tua dan lingkungan sangat berpengaruh dalam mencapai keberhasilan dalam melakukan penyesuaian diri untuk membangun jati diri yang baik. Orang tua bertugas untuk memberi tauladan dan mengawasi tindak tanduk tetapi tidak dengan mengekang semua kegiatanya, serta memberikan kebebasan yang bertanggung jawab, misalnya berilah kebebasan kepada anak anda untuk bergaul dengan siapapun dan dari strata manapun asalkan tidak membawa pengaruh yang buruk baginya.
Orang tua hendaknya membiasakan anak untuk mengenal dengan baik lingkungan sekitarnya agar mereka mampu beradaptasi dengan baik dimanapun mereka berada. Orang tua hendaknya juga bisa menjadi teman bagi anaknya terutama pada masa remaja sehingga anak bisa terbuka tentang segala masalah yang dihadapinya, karena dengan itu orang tua mampu mengawasi secara tidak langsung kegiatan- kegiatan yang dilakukannya.

B. PEMBAHASAN
1. Implikasi Proses Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (remaja) terhadap penyelenggaraan Pendidikan
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Selain mengemban fungsi pengajaran, sekolah juga mengemban fungsi pendidikan (tranformasi nilai dan norma sosial). Dalam kaitan dengan pendidikan, peran sekolah tidak jauh berbeda dengan peran keluarga, yaitu sebagai tempat perlindungan jika anak mengalami masalah. Oleh karena itu, di setiap sekolah lanjutan diadakan guru bimbingan dan penyuluhan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempelancar proses penyesuaian diri remaja di sekolah adalah sebagai berikut.
a. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah bagi siswa, baik secara sosial, fisik maupun akademis.
b. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa.
c. Berusaha memahami siswa secara menyeluruh, baik prestasi belajar, social, maupun aspek pribadinya.
d. Menggunakan metode dan alat mengajar yang mendorong gairah belajar.
e. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
f. Menciptakan ruangan kelas yang memenuhi syarat kesehatan.
g. Membuat tata tertib sekolah yang jelas dan dipahami siswa.
h. Adanya keteladanan dari para guru dalam segala aspek pendidikan.
i. Mendapatkan kerja sama saling pengertian dari para guru dalam menjalankan kegiatan pendidikan.
j. Melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan yang sebaik-baiknya.



2. Masalah penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (remaja)
Persoalan krusial yang dihadapi peserta didik usia sekolah menengah (remaja) dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuain diri adalah masalah hubungan remaja dengan orang dewasa, terutama orangtua.
a. Perkembangan penyesuaian diri remaja sangat bergantung pada sikap penolakan orangtua dan suasana psikologi dan sosial dalam kehidupan keluarga.
Penolakan orangtua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam.
1) Penolakan yang bersifat tetap sejak awal, yaitu orangtua merasa tidak sayang kepada anaknya karena berbagai sebab, seperti tidak menghendaki kelaahiran.
Menurut Menurut Zakiah Darajat (1983) yang dikutip dari Boldwyn: “Bapak yang menolak anaknya akan berusaha menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu, ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata”.
2) Akibat dari penolakkan itu adalah pura-pura tidak tahu keinginan anak atau masalah anak.
Sebagai akibat dari kedua jenis penolakan, remaja tidak dapat menyesuaikan diri secara sehat dan cenderung menghabiskan waktunya di luar rumah.
b. Sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan juga berakibat tidak baik. Remaja yang mendapatkan perhatian dan kasih saying secara berlebihan akan menyebabkan ia tidak dapat hidup mandiri. Ia selalu mengharapkan bantuan dan perhatian orang lain dan ia berusaha menarik perhatian mereka, serta beranggapan bahwa perhatian seperti itu adalah haknya.
c. Sikap orangtua yang otoriter, yang memaksakan otoritasnya kepada remaja, juga akan menghambat proses penyesuaian diri mereka. Remaja akan berani melawan atau menentang orangtuanya. Pada gilirannya ia cenderung akan bersifat otoriter terhadap teman-temannya dan bahkan menentang otoritas orang dewasa, baik di sekolah maupun di masyarakat.
Jelaslah bahwa masalah penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari keretakan keluarga atau akibat overproteksi. Hasil penelitian psikologis membuktikan bahwa remaja yang hidup dalam rumah tangga yang tidak harmonis cenderung akan mengalami masalah emosional, yang terlihat dari adanya kecenderungan marah-marah, suka menyendiri, serta sering gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam lingkungan keluarga yang harmonis. Remaja yang dikeluarkan dari sekolah karena tidak dapat menyesuaikan diri pada umumnya datang dari lingkungan keluarga yang retak atau berantakan.
d. Perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan anak perempuan juga mempengaruhi hubungan antarmereka sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak perempuan terhadap saudaranya yang laki-laki. Keadaan ini akan menghambat proses penyesuaian diri anak perempuan.
e. Permasalahan penyesuaian pun akan muncul bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal. Remaja yang keluarganya sering berpindah rumah, sehingga ia terpaksa pindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya sering mengalami banyak kesukaran dalam penyesuain dirinya. Bahkan, mungkin saja ia akan banyak tertinggal dalam pelajaran karena gurunya berbeda-beda dalam cara mengajarnya. Selain itu, ada pula masalah teman, yaitu kehilangan teman lama dan terpaksa mencari teman baru. Banyak remaja yang mengalami kesulitan dalam menjalin persahabatan dari hubungan sosial yang baru. Mungkin saja ia berhasil baik dalam hubungan sosial di sekolah lama, namun ketika pindah ke sekolah baru, ia menjadi tidak dikenal dan tidak ada yang memperhatikan. Di sini, remaja dituntut untuk dapat lebih mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah dan masyarakat yang baru.
Masalah penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin akan mengalami masalah penyesuaian diri dengan guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibatnya, prestasi belajar mereka menjadi menurun dibandingkan dengan prestasi di sekolah sebelumnya.
f. Persoalan umum yang sering dihadapi remaja antara lain memilih sekolah. Apabila mengharapkan remaja mempunyai penyesuain diri yang baik, seyogianya orangtua tidak mendikte mereka agar memilih jenis sekolah tertentu sesuai keinginannya. Orangtua dan guru hendaknya mengarahkan pilihan sekolah yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya. Tidak jarang terjadi, anak tidak mau sekolah, tidak mau belajar, suka membolos, dan sebagainya karena ia dipaksa orangtuanya untuk masuk sekolah yang tidak ia sukai.

3. Karakteristik Masalah Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (remaja)
Bagi sebagian besar orang yang sudah beranjak dewasa, bahkan melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu. Adapun bagi orangtua yang memiliki anak berusia remaja, mereka merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remaja itu sendiri. Banyak orangtua yang tetap menganggap anak remajanya masih perlu dilindungi dengan ketat sebab di mata mereka, ia masih belum siap menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dari pengaruh orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa.
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya sering tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianngap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengategorian remaja. Hal ini karena usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18), kini terjadi pada awal belasan, bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami purbetas, namun tidak berarti ia sudah bias dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa meskipun di saat yang sama, ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya, sering mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang, banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun sering perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun, satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk memahami remaja, perlu dilihat berdasarkan dimensi-dimensi tersebut.
a. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas, yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri maupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis, dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seseorang anak memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
b. Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terrakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
c. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode saat seseorang mulai banyak bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan sebagainya. Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada disekitarnya.
d. Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini, mood (suasana hati) bias berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Real Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk melakukan hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang dratis pada para remaja ini dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah,atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meskipun mood remaja mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

4. Beberapa Masalah Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (remaja)
a. Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah
Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas masa remaja dan dewasa nanti. Sampai sekarang masih terdapat perbedaan dalam menentukan usia anak. Menurut UU No.20 tahun 2002 tentang perlindungan anak dikatakan bahwa usia anak adalah sebelum usia 18 thun dan belum menikah. American Academic of Pediabic tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak, yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21 tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya.
Usia anaksekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan yang sudah lengkap. Anak usia sekolah, baik tingkat prasekolah, sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Atas adalah suatu masa usia anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini, banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak dikemudian hari. Semua itu meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku, dan gangguan belajar. Semua ini akan menghambat pencapaian prestasi anak di sekolah. Sayangnya permasalahan tersebut kurang begitu diperhatikan baik oleh orang tua maupun guru.
Orang tua dan guru adalah sosok pendamping saat anak melakukan aktivitas kehidupan setiap hari. Peran mereka sangat dominan dan menentukan kualitas hidup anak di masa depan. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi mereka untuk mengetahui dan memahami permasalahan dan gangguan kesehatan pada anak usia sekolah. Deteksi dini gagguan kesehatan pada anak usia sekolah dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang diakibatkan berbagai penyakit. Peningkatan perhatian terhadap kesehatan anak usia sekolah diharapkan dapat tercipta anak usia sekolah Indonesia yang cerdas, sehat, dan berprestasi.
1) Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, dan ukuran dan dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik. Adapun perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Hal ini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk di dalamnya adalah perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Pertumbuhan berdampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu. Kedua kondisi tersebut terjadi sangat berkaitan dan sangat mempengaruhi setiap anak.
a) Jasmani
Adanya perubahan jasmani yang mendadak dan cepat iramanya sehingga menimbulkan kebingungan dalam diri anak. Secara biologis, ia telah matang dan siap untuk berperan sebagai pria atau wanita.
b) Jiwa
Perkembangan kecerdasan berkembang secara pesat, berpikirnya makin logis, dan kritis, fantasi makin kuat sehingga seringkali terjadi konflik sendiri, penuh dengan cita-cita, mencari realita, kebenaran dan tujuan hidup.
c) Rohani
Kehidupan agamanya berada dalam persimpangan jalan, ada perasaan tidak aman karena terjadi perubahan fisik, emosi, dan juga berpengaruh pada imannya sehingga kadang-kadang kekuasaan tradisi kepercayaan dianggap mempersempit kebebasan dirinya yang banyak menuruti keinginan diri sendiri (suara hatinya).
d) Sosial
Pengaruh yang besar datang dari kelompoknya (teman sebaya), perubahan perilaku berhubungan dengan kehidupan bersama, suka berkelompok dan masyarakat, ingin maju, suka membantu, sopan dan memperhatikan orang lain, dan sebaganya.
2) Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah
Secara epidermis, di Indonesia, penyebaran penyakit berbasis lingkungan di kalangan anak sekolah masih tinggi. Kasus infeksi seperti demam berdarah dengue, diare, cacingan, infeksi saluran pencernaan akut, serta reaksi simpangan terhadap makanan akibat buruknya sanitasi dan keamanan pangan. Selain itu, risiko gangguan kesehatan pada anak akibat pencemaran lingkungan dari berbagai proses kegiatan pembangunan yang semakin meningkat, seperti semakin meluasnya gangguan akibat paparan asap, emisi gas buang sarana transportasi, kebisingan, limbah industri dan rumah tangga, serta bencana. Selain lingkungan, masalah yang harus diperhatikan adalah bentuk perilaku sehat pada anak sekolah.
Permasalahan perilaku kesehatan pada anak usia TK dan SD biasanya berkaitan dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan diri. Pada anak usia SLTP dan SMU (Remaja), masalah kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan dengan perilaku berisiko, seperti merokok, perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan NAPZA(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya), kehamilan yang tidak diingini, abortus yang tidak aman, infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS.
Permasalahan yang lain yang belum begitu diperhatikan adalah masalah gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sekolah sangat bervariatif. Bila tidak dikenali dan ditangani sejak dini, gangguan ini akan mempengaruhi prestasi belajar dan masa depan anak. Selanjutnya, akan dibahas tentang permasalahan kesehatan anak usia sekolah, diantaranya adalah penyakit menular, penyakit noninfeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan dan perilaku.
a) Penyakit menular pada anak sekolah
Penyakit yang cukup mengganggu dan berpotensi mengancam jiwa adalah penyakit menular pada anak sekolah. Sekolah merupakan tempat yang paling memungkinkan sebagai sumber penularan penyakit infeksi pada anak usia sekolah. Infeksi menular yang dapat menular di lingkungan sekolah adalah: demam berdarah dengue, infeksi tangan mulut, campak, rubela (campak jerman), cacar air, gondong dan infeksi mata (konjungtivitas virus).
b) Penyakit noninfeksi
Penyakit noninfeksi ini tidak bisa menular tapi sangat membahayakan bagi anak yang terjangkit, anak yang terjangkit penyakit noninfeksi akan berakibat juga pada pertumbuahan anak sekolah. Penyakit noninfeksi ini meliputi: Alergi, infeksi parasit cacing, dan gangguan pertumbuhan.
c) Gangguan perkembangan dan perilaku anak sekolah
Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sangatlah luas dan bervaiasi. Gangguan yang dapat terjadi pada anak sekolah adalah gangguan belajar, konsentrasi, bicara, emosi, hiperaktif, ADHD, hingga autism.
3) Imunisasi Usia Sekolah
Menurut Program Pengembangan Imunisasi yang direkomendasikan Departemen Kesehatan Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Imunisasi wajib yang harus diberikan untuk anak usia sekolah adalah DPT dan polio untuk anak kelas 1 SD, DT dan Tf untuk anak kelas VI dan polio ulang saat anak 16 tahun dan imunisasi campak ulang pada kelas 1 bila belum mendapatkan imunisasi MMR. Bila sebelum usia sekolah belum melakukan imunisasi, program imunisasi yang dilakukan adalah MMR dan cacar air.
4) Upaya Peningkatan Kesehatan Anak Sekolah
Untuk peningkatan kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkuasa, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) menjadi sangat penting dan strategis; untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. UKS bukan hanya dilaksanakan di Indonesia, tetapi dilaksanakan diseluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan konsep Sekolah Sehat atau Health Promoting School (Sekolah yang mempromosikan kesehatan).
5) Kesehatan Reproduksi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
Remaja adalah masa peralihan antara taap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda. Cirinya adalah alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakwanan yang kuat terhadap teman sebaya, dan belum menikah. Kurun usia remaja sering disebut sebagai peralihan periode strum und drang, yaitu periode peralihan antara anak-anak dan masa remaja dalam mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari identitas diri, memantapkan posisi dalam masyarakat tersebut, dan sebagainya.) maupun oleh pertumbhan fisik (perkembangan tanda-tanda seksual sekunder, pertumbuhan tubuh yang tidak proporsional, dan sebaginya.) dan perubahan emosi (lebih peka, lebih cepat marah, agresif, dan sebagainya), serta perkembangan intelegasinya (makin tajam bernalar, makin kritis, dan sebagainya.)
Kurun usia remaja ini berbeda-beda panjangnya dari waktu ke waktu dan tempat ke tempat. Pada masyarakat primitif (pedesaan), usia remaja relatif singkat. Karena pada waktu anak sudah menunjukkan tanda-tanda akhil balig, dilakukan upcara inisiasi dan setelah itu anak sudah berstatus dewasa. Syaratnya pun tidak terlalu berat, asalkan bisa membantu ayah di sawah atau membantu ibu di dapur. Adapun pada masyarakat modern, kurun usia remaja bisa lebih panjang, antara 11-24 tahun. Penyebabnya adalah semakin awal tanda-tanda akil balig, maka persyaratan untuk menjadi remaja semakin berat (harus sekolah dulu, punya pekerjaan dulu).
Dengan panjangnya akil balig pertama sampai kematangan sosial yang diharapkan, akan menimbulkan peluang lebih besar bagi hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya: kehamilan tanpa rencana, kawin muda, aborsi, dikeluarkan dari sekolah, anak luar nikah dan penyakit menular seksual, termasuk AIDS. Hal ini didorong oleh penyebaran pornografi dan rangsangan seksual lainnya sehubungan makin canggihnya teknologi media dan komunikasi massa.
Cara-cara yang dapat diambil untuk mengurangi seks bebas adalah agama, dan pendidikan seks. Apabila para remaja mengenal pendidikan agama dan mempunyai iman yang kuat, agama akan dapat menjadi benteng dari perbuatan-perbuatan maksiat. Cara lainnya adalah dengan memberikan pendidikan seks, pendidikan seks bukan hanya penerangan tentang seks, tetapi mengandung makna nilai-nilai (baik-buruk, benar-salah).
b. Masalah Remaja dan Rokok
Meskipun semua orang tau bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, akan tetapi para perokok tidak pernah surut dan tampaknya dapat di tolerir oleh masyarakat. Hal yang paling memprihatinkan adalah usia perokok yang setiap tahun semakin muda. Bila dulu orang mulai berani merokok saat SMP, maka sekarang anak-anak SD kelas 5 sudah merokok secara diam-diam.
1) Bahaya rokok
Rokok sangat merugikan bagi kesehatan, akan tetapi masih banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya. Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker.
2) Tipe-tipe perokok
Seseorang dapat dikatakan sebagai perokok berat apabila mengkonsumsi 31 batang rokok setiap harinya dan selang merokoknya 5 menit setelah bangun pagi. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri 1991), ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat type tersebut adalah:
a) Type perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
b) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.
c) Perilaku merokok yang adiktif.
d) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
3) Penyebab remaja merokok
a) Pengaruh orang Tua
b) Pengaruh teman
c) Faktor kepribadian
d) Pengaruh iklan
4) Upaya pencegahan
Dalam upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi untuk berhenti atau tidak mencoba untuk merokok akan membuat mereka tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari teman, media massa, atau kebiasaan keluarga atau orang tua.
c. Remaja dan Perilaku Konsumtif
Belanja adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun rumah tangga. Namun kata ini telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga mempunyai arti tersendiri bagi remaja.
1) Pola hidup konsumtif
Kata konsumtif berarti keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan dengan mencapai tujuan dengan kepuasan maksimal.
2) Perilaku konsumtif remaja
Bagi produsen, kelompok usia remaja merupakan salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikut teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagaian produsen untuk memasuki pasar remaja.
d. Perkelahian Pelajar
Perkelahian atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi diantara pelajar. Bahkan, bukan “hanya” antarpelajar SMU, tetapi juga sudah melanda kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
1) Dampak perkelahian pelajar
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini sangat merugikan banyak pihak. Paling tidak ada 4 dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian jelas mengalami dampak negatif apabila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin yang dikhawatirkan para pendidik, adalah kurangnya penghargaan siswa terhadap perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.
2) Pandangan umum terhadap perkelahian pelajar
Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, atau dari keluarga dengan ekonomi rendah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini, Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 diantaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga ekonominya, sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama dikota besar, masalahnya begitu kompleks, meliputi faktor psikologis, budaya, sosiologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), seta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
3) Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam individu (sering disebut kepribadian, walaupun tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarka, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis yang menyebabkan perkelahian pelajar.
a) Faktor Internal
Remaja yabf terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks disini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsangan dari lingkungan yang semakin lama semakin beragam dan banyak. Situasi ini akan menimbulkan tekanan pada setiap orang.
b) Faktor keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orangtua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga wajar apabila dia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orangtua yang terlalu melindungi anaknya, menyebabkan si anak ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai identitas yang dibangunnya.


c) Faktor sekolah
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebgai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu, tetapi terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas mengajarnya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan diluar sekolah bersama teman-temannya. Setelah itu, masalah pendidikan, dan guru jelas memainkan peranan yang penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya jega menggunakan kekerasan dalam mendidik siswanya.
d) Faktor lingkungan
Lingkungan diantara rumah dan sekolah sehari-hari dialami remaja, juga membawa dampak terhadap munclnya perkelahian. Misalnya dilingkungan rumag yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semua itu dapat merangsang remaja erbuat sesuatu dari lingkungannya, kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
5) Faktor penyebab perilaku agresi
Bagi warga jakarta, aksi-aksi kekerasan, baik individual maupun massa, mungkin merupakan berita harian. Saat ini beberapa televisi, bahkan membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang kekerasan. Hal-hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri oleh Murray (dalam Hall & Lindzey, psikologi Kepribadian, 1993) didiefinisikan sebagai suatu cara melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.


Faktor-faktor yang dapat menadi pemicu perilaku agresi tersebut antara lain:
1) Amarah
2) Faktor biologis
3) Kesenjangan generasi
4) Lingkungan
5) Peran belajar model kekerasan
6) Frustasi
7) Proses kedisiplinan yang keliru

5. Penanganan Masalah Remaja dengan cara Mekanisme Pertahanan Diri
Sebagian individu mereduksi perasaan, kecemasan,stress, ataupun konflik dengan melakukan mekanisme pertahanan diri, baik yang ia lakukan secara sadar ataupun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Freud sebagai berikut: Such defense mechanism are put into operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptabla impulses may reemerge (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu memersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri.
Istilah mekanisme bukan istilah yang paling tepat karena menyangkut semacam peralatan mekanik. Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia sebagai mesin yang rumit. Berikut beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama remaja yang sedang mengalami pergaulan dahsyat dalam perkembangannya kea rah kedewasaan. Mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa orang yang lain merupakanhasil pengembangan ahli psikionalistis lainnya.

a. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti adanya represi, tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan di bawah sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Pada umumnya, banyak individu yang pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya:
1) Individu cenderung untuk tidak berlama-lama mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan,
2) Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat ganbar kejadian yang menyesakkan dada,
3) Lebih sering mengomunikasikan berita baik daripada berita buruk,
4) Lebih mudah mengingat hal-hal yang positif daripada yang negative,
5) Lebih sering menekankan kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan.
b. Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan untuk menjaga agar impuls-impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi, tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitikberatkan kepada tugas. Ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi), tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).
c. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi ketika dia merusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara supresi atau represi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini, individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tidak jarang dibuat samar dengan menampilkan dan tindakan yang penuh kasih saying, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.
d. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat bergantung pada individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Remaja yang mengalami perubahan drastic sering dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
e. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali melakukan sesuatu yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respon seperti individu yang lebih muda (anak kecil).
f. Menarik diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya repon ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
g. Mengelak
Bila merasa diliputi oleh stress yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
h. Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsure penipuan diri.
i. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yangtidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat menimbulkan frustasi.
j. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alas an yang dapat di terima secara social untuk membenarkan atau menyembunyikan perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,atau yang baik adalah buruk.
k. Intelektualitas
Apabila individu menggunakan teknik intelektualitas, dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang sangat amat menekan dengan cara analitik, intelektual, dan sedikit menjauhdari persoalan.
l. Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan cirri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini supresi atau represi sering dipergunakan.

6. Isue-isue Terkini Masalah Remaja dan Upaya Penanganannya
a. Masalah: Kriminalitas remaja seperti tawuran antar sekolah
Solusi:
1) Pihak sekolah: memberikan bimbingan konseling
Memberikan kegiatan-kegiatan positif yang non akademik (ekskul), adanya sanksi tegas dari tawuran.
2) Pihak keluarga terutama ortu: memberikan pendidikan moral, menciptakan lingkungan yang harmonis, melakukan pengawasan secara berkala, komunikasi terus terjaga.
b. Masalah: Free sex
solusi:
1) Pihak sekolah: memberikan pendidikan sekx (reproduksi remaja sejak dini), menyelenggarakan seminar-seminar tentang seks bebas, seminar-seminar keagamaan, koordinasi dengan ortu.
2) Pihak keluarga: menciptakan suasana yang harmonis, ortu harus bisa menjadi tempat berbagi seolah-olah menjadi teman, mengenali lingkungan si anak baik lingkungan sekolah maupun pertemanan.
c. Masalah: Narkoba
solusi:
1) Pihak sekolah: memberikan pendidikan sekx (reproduksi remaja sejak dini), menyelenggarakan seminar-seminar tentang seks bebas, seminar-seminar keagamaan, koordinasi dengan ortu.
2) Pihak keluarga: menciptakan suasana yang harmonis, ortu harus bisa menjadi tempat berbagi seolah-olah menjadi teman, mengenali lingkungan si anak baik lingkungan sekolah maupun pertemanan.

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah.
a. Orang yang paling berpengaruh dalam mengarahkan seorang remaja adalah peran aktif orangtua.
b. Lingkungan sekolah juga berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja, selain mengemban fungsi pengajaran, sekolah juga mengemban fungsi pendidikan.

D. DAFTAR RUJUKAN
Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia Bandung

TAKSONOMI BLOOM

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1965. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
1. Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognitif ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
a. Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: mengetahui istilah-istilah umum, mengetahui fakta-fakta khusus, mengetahui metode dan prosedur, mengetahui konsep dassar, dan mengetahui prinsip-prinsip.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: definisikan, jelaskan, sebutkan, deskripsikan, identifikasikan, beri label, buat daftar, jodohkan, beri nama, buat garis besar, pilih yang tepat, nyatakan.
b. Pemahaman (Comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: memahami fakta atau prinsip, menginterprestasi materi verbal, menginterprestasi charts atau grafik, menjelaskan materi verbal dalam rumusan matematis, menjelaskan metode dan prosedur, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: buatlah ringkasan, jelaskan kembali, buatlah prediksi, paparkan, diskusikan, gambarkan, reorganisasikan, ceritakan, dan sebagainya.
c. Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam situasi baru, dapat mengaplikasikan teori-teori dalam situasi praktis, dapat memecahkan problema-problema matematis, dapat menyusun dalam charts dan grafik, dapat mendemontrasikan secara benar penggunaan suatu prosedur.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: ubahlah, hitung,demontrasikan, terapkan, manipulasikan, modifikasikan, buatlah prediksi, hubungkan, gunakan, buat pemecahan masalah, ilustrasikan, pratekkan, buat sketsa.
d. Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: pengakuan terhadap asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara tegas, pengakuan terhadap pemikiran-pemikiran yang logis, dapat mengevaluasi terhadap data yang relevan, dan dapat menganalisa hasil hasil karya yan sudah terstruktur.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: buatlah pemecahan, buat diagram, diskriminasikan, buatlah perbedaan, identifikasikan, buatlah ilustrasi, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: dapat menyusun tulisan/karangan yang baik, dapat memberikan penjelasan yang rapi, dapat membuat cerita pendek, dapat menyusun sebuah proposal penelitian, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: kategorikan, kombinasikan, cuplikkan, buat kerangka, buat ringkasan, sederhanakan, ceritakn ulang, dan sebagainya.
f. Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: dapat menilai keajegan suatu karangan, dapat menilai kesimpulan-kesimpulan yang didukung oleh data, dapat menilai karya baik internal maupun eksternal dengan suatu standart.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: hargailah, buat penilaian, berilah kritik, simpulkan, bandingkan, revisi, interprestasikan, hubungkan, buat ringkasan, perkirakan, buat keputusan.
2. Domain/Ranah Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol. Domain
a. Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: mendengarkan dengan tekun, menunjukkan kesadaran pentingnya belajar, dapat menerima perbedaan ras dan budaya, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: tanyakan, pilih, ikuti, berilah, pegang, identifikasikan, tempatka, beri nama, tunjukkan, gunakan, perhatikan, lihat, dengar, rasa, kontrol, waspada, hindari, dan sebagainya.
b. Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: dapat menyelesaikan tugas-tugas rumah menurut peraturan sekolah, berpartisipasi aktif dalam diskusi, dapat menyelesaikan tugas-tugas labolatorium yang diberikan, senang membantu teman, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: jawab, bantu, diskusikan, tolong tunjukkan, pratekkan, berinisiatif, berpartisipasi, melaporkan, menceritakan, menulis, memilih, dedikasi diri, rela berkorban, jalin, bertanggungjawab, dan sebagainya.
c. Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: dapat menghargai karya yang baik, menghargai peranan ilmu dalam kehidupan tiap hari, memiliki sikap suka memecahkan masalah, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: lengkapi, diskripsikan, jelaskan ikuti, bentuklah, buatlah inisiatif, bergabung, buat keputusan, usulkan, laporkan, pilih, dan sebagainya.
d. Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: pengakuan keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam demokrasi, pengakuan perencanaan yang sistematis dalam memecahkan masalah, dapat bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, mengerti dan dapat menerima kelebihan dan keterbatasannya, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: sadari, buat pilihan, aturlah, kombinasikan, bandingkan, lengkapi, generalisasikan, identifikasikan, integrasikan, modifikasikan, aturlah, organisasikan, siapkan, hubungkan, sistesiskan.
e. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran ilustrasi kemampuan yang diharapkan antara lain: dapat menunjukkan kesadaran masalah yang dihadapi, dapat mengaktualisasi diri secara mandiri, dapat melaksanakan kerja kelompok dengan baik, dapat melakukan pendekatan obyektif dalam pendekatan pemecahan masalah, mempunyai disiplin diri yang tinggi, selalu menjaga kebiasaan hidup sehat.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: perbuatlah, diskriminasikan, paparkan, pengaruhilah, modifikasikan, praktekkan, tampilkan, usulkan, kualifikasikan, buat revisi, pecahkan (masalah), verifikasikan, gunakan, buat perkiraan, bandingkan.
3. Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom. Domain ini menyangkut ketrampilan gerak otot (fisik) yang terdiri dari 7 kategori.
a. Menirukan (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran dapat diilustrasikan adanya kemampuan umum antara lain: dapat membedakan fungsi suara pada mesin, perbedaan rasa bermacam-macam makanan, hubungan antara musik dengan jenis tarian yang harus dilakukan, menirukan gerakan tarian yang dicontohkan, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: pilihlah, deteksikan, deferensiasikan, identifikasikan, hubungkan, pilihlah, pisahkan, dan sebagainya.
b. Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran kemampuan umum misalnya: mengetahui dan siap melaksanakan urutan atas suatu tarian, dapat mendemontrasikan langkah-langkah membawa bola ke gawang lawan, dapat menunjukkan tindakan yang efisien dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: mulai, tampilkan jelaskan (gerakan), buat reaksi, tunjukkan, lakukan bebas, awali, dan sebagainya.
c. Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran kemampuan umum yang dapat menggambarkan domain ini misalnya: dapat mendemontrasikan cara menendang bola, dapat mendemontrasikan cara menulis yang benar dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain: rakitkan, dirikan, rayakan, buat kontruksi, pajangkan kerjakan kembali, buatlah yang tepat, ukurlah sesuai dengan contoh, maipulasikan, buatlah sket, organisasikan, buat campuran dan sebagainya.
d. Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran kemampuan yang dapat diilustrasikan misalnya: dapat menulis dengan baik dan terbaca, dapat menyiapkan alat-alat labolatorium, dapat mengoperasikan slide proyektor dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan seperti pada Guided response.
e. Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran kemampuan tersebut misalnya: dapat mengoperasikan slide proyektor dengan benar-benar cakap, dapat memperbaiki alat-alat elektronik dengan cepat dan teliti.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan seperti pada Guided response.
f. Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran kemampuan tersebut misalnya: dapat menyesuaikan pola permainan teknis guna menghadapi pola permainan lawan, dapat memodifikasi gerakan-gerakan untuk menyelamatkan diri terhadap serangan lawan dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan misalnya: adaptasikan, buatlah alternatif, ubahlah atur kembali, reorganisasikan, buat revisi.
g. Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu. Jadi tekanannya pada kreativitas yang didasarkan atas ketrampilan yang tinggi perkembangannya.
Dalam hubungannya dengan tujuan umum pengajaran kemampuan tersebut misalnya: dapat menciptakan tarian baru, mencipta komposisi musik, mendisain gaya pakaian yang up to date dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tujuan khusus pengajaran kata kerja operasional yang sering digunakan misalnya: atur dengan teliti, kombinasikan, karanglah, kontruksikan, buat disain, ciptakan, buat yang asli dan sebagainya.

DAFTAR RUJUKAN
Joesmani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta: DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI PROYEK PENGEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN.

Wikipedia. 2010. Taksonomi Bloom, (Online), (http://www.google.com, diakses 17 Maret 2010).

Senin, 03 Mei 2010

Penerangan Jalan Raya

Penerangan jalan raya mempunyai 2 fungsi pokok, yaitu fungsi keamanan dan ekonomi. Keamanan pengguna jalan berkaitan dengan kuat penerangan sesuai dengan kecepatan kendaraan, serta kerataan penerangan pada bidang jalan. Kebutuhan daya (kW) penerangan pada suatu ruas jalan sangat bervariasi tergantung pada: geometri permukaan jalan, lampu yang digunakan, dan faktor refleksi permukaan jalan. Fungsi ekonomi jalan berkaitan dengan distribusi barang (termasuk kelancaran distribusi barang).

Penerangan jalan mempertimbangkan 6 aspek, yaitu:

a. Kuat rata-rata penerangan (E­rata-rata­­). Besar kuat penerangan didasarkan pada kecepatan maksimal yang diizinkan terhadap kendaraan yang melaluinya.

b. Distribusi cahaya. Kerataan cahaya pada jalan raya penting, untuk itu ditentukan faktor kerataan cahaya yang merupakan perbandingan kuat penerangan pada bagian tengah lintasan kendaraan dengan pada tepi jalan. Sebagai acuan perbandingan tersebut tidak lebih dari 3 : 1.

c. Cahaya yang menyilaukan dapat menyebabkan: keletihan mata, perasaan tidak nyaman, dan kemungkinan kecelakaan. Untuk mengurangi silau digunakan akrilik atau gelas pada armatur yang berfungsi sebagai filter cahaya.

d. Arah pancaran cahaya dan pembentukan bayangan. Sumber penerangan untuk jalan raya dipasang menyudut 50 hingga 150.

e. Warna dan perubahan warna. Warna cahaya lampu pelepasan gas tekanan tinggi (khususnya lampu merkuri) berpengaruh terhadap warna tertentu, misalnya warna merah.

f. Lingkungan. Berkabut maupun berdebu mempunyai faktor absorbsi terhadap cahaya yang dipancarkan oleh lampu. Cahaya kuning kehijauan mempunyai panjang gelombang paling sensitif terhadap mata sehingga tepat digunakan pada daerah berkabut. Lampu SON atau SOX tepat untuk penerangan jalan pada daerah berkabut.

Terdapat 5 klasifikasi jalan beserta kuat penerangan rata-rata, sebagai berikut:

a. Jalan bebas hambatan atau jalan Tol (> 20 lx)

b. Jalan utama, yaitu: jalan yang menuju atau melingkar kota (15 hingga 20 lx)

c. Jalan penghubung, yaitu jalan percabangan jalan utama (7 hingga 10 lx)

d. Jalan kampung atau lokal (3 hingga 5 lx)

e. Jalan setapak atau gang (3 hingga 5 lx)

Kuat penerangan pada persimpangan jalan umumnya lebih tinggi daripada kuat penerangan jalan standar.

Untuk menentukan jarak tiang (J) lampu yang dipasang pada satu sisi jalan dapat digunakan persamaan berikut ini:
J = (faktor pemakaian x faktor kehilangan cahaya x arus cahaya lampu) / (lebar jalan x kuat penerangan rata-rata)

Faktor pemakaian merupakan perbandingan antara arus cahaya yang samai pada bidang yang diterangi dengan arus cahaya yang dihasilkan sumber penerangan. Sedangkan faktor kehilangan cahaya lebih disebabkan sumber cahaya, misalnya: depresi karena umur pemakaian, lampu padam (putus), pengotoran pada permukaan bola lampu atau armatur. Jika untuk penerangan jalan raya yang digunakan lampu yang arus cahayanya besar maka kuat penerangan yang sama jarak tiang menjadi lebih jauh.

Disamping itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya keluaran cahaya sumber penerangan, antara lain: temperatur sekeliling (misalnya: TL beroperasi pada temperatur 250C, keluaran arus cahayanya akan berkurang 1,5 % setiap kenaikan atau penurunan 10C) penggunaan penerangan pada daerah pegunungan perlu memperhatikan faktor tersebut, tegangan sumber listrik, depresi permukaan sumber penerangan (plastik yang digunakan filter cahaya akan berubah warna atau makin buram ketika digunakan pada waktu yang lama), dan fakor balast. Faktor ini terdapat pada TL 0,5 hingga 0,9 sedangkan terhadap lampu pelepasan gas tekanan tinggi faktor ini tidak diperhitungkan.

TABEL KEBUTUHAN DAYA UNTUK PENERANGAN JALAN

Kuat penerangan nominal untuk permukaan jalan kering (cd/m2)

Lampu yang digunakan untuk lebar jalan

8 meter

12 meter

Lampu merkuri tekanan tinggi

kW/km

Lampu natrium tekanan tinggi

kW/km

Lampu merkuri tekanan tinggi

kW/km

Lampu natrium tekanan tinggi

kW/km

2

1,5

1

0,5

0,3

15-28

12-14

8-16

6-10

4

11-18

9-14

6-10

-

-

24-38

18-29

12-20

9-14

-

13-20

11-16

9-12

-

-


Kehilangan cahaya pada sumber penerangan jalan dipengaruhi 2 faktor, yaitu:

a. Penurunan kemampuan sumber penerangan (lampu dan armatur) karena umur pemakaian.

b. Pengotoran terhadap armaturnya; dapat disebabkan pengotoran mapun perubahan sifat lastik maupun prismatik penutup armatur.

Besarnya perkiraan kehilangan cahaya sumber penerangan jalan berdasarkan waktu pemakaian dtunjukkan tabel di bawah ini.

TABEL KEHILANGAN CAHAYA LAMPU PENERANGAN

Waktu pemakaian (tahun)

Lingkungan

1

2

3

Sangat bersih

Bersih

Sedang

Kotor

Sangat kotor

0,98

0,95

0,92

0,87

0,72

0,94

0,92

0,87

0,81

0,63

0,93

0,90

0,84

0,75

0,57

Posisi lampu penerangan

Lampu penerangan jalan harus menggunakan armatur untuk melindunginya dari air hujan, debu, dan kotoran lainnya. Lampu yang dapat digunakan untuk penerangan jalan semua lampu pelepasan gas penerangan sedangkan untuk gang dapat mengunakan lampu pijar. Lampu floursen hanya digunakan bila pergerakan pemakainya rendah, misalnya jalan lokal atau gang.

Pemasangan lampu-lampu: merkuri tegangan tinggi, metal halida, SON, dan SOX menyudut ke atas bidang horisontal, perhatikan posisi penyalaan (burning position) yaitu posisi pemasangannya setiap lampu yang digunakan.

Tinggi lampu diukur dari permukaan jalan hingga median armatur, demikian pula pada sudut kemiringan armatur.

Untuk menghemat energi listrik, apabila kepadatan lalu lintas berkurang maka kuat penerangan jalan dapat dikurangi dengan memadamkan sebagian lampu tanpa mengurangi keamanan jalan. Cara lain untuk menghemat energi adalah dengan menggunakan “rangkaian ekonomis” yaitu mengurangi arus sekitar 40% dengan cara menambah impedansi balast. Kedua metoda dapat dengan menggunakan sakelar waktu dan sakelar otomatis yang kerjanya tergantung pada kepadatan lalu lintas aktual.

Pemasangan lampu di kiri-kanan jalan baik yang berhadapan maupun yang berselang-seling atau pada median jalan tepat untuk jalan yang padat dan kecepatan kendaraan tinggi (misalnya: jalan bebas hambatan, jalan utama). Pemasangan lampu pada satu sisi jalan dipasang pada jalan yang lalu lintasnya tidak padat, tidak lebar (misalnya jalan lokal atau jalan desa) atau jalan satu arah. Pemasangan lampu pada median jalan disamping menghemat pemakaian tiang, juga menghemat biaya instalasinya. Namun karena jalan yang mediannya dapat digunakan memancangkan tiang lampu adalah lebar, maka kelemahannya sistem penerangan yang tiangnya dipancang pada median rasio kerataan penerangannya <>

Pemasangan lampu penerangan yang digantung harus mempertimbangkan bahwa cahaya tidak mengarah langsung ke mata pengemudi. Karena itu, berdasarkan pertimbangan keamanan maka pemasangan lampu yang digantung di atas permukaan jalan tepat untuk jalan dimana kecepatan kendaraan rendah, misalnya jalan lokal, gang, atau jembatan.

Perancangan penerangan jalan

Ketika merancang penerangan jalan maka perlu diketahui lebar dan kelas jalan, pengaruh lingkungannya untuk menentukan koefisien pemakaian, serta Kurva Distribusi Kandela (KDK) lampu yang digunakan.

Kuat penerangan rata-rata untuk penerangan jalan dapat ditentukan dengan persamaan:

ER = ( ΦL x Kp x FKC) / (J x L)

Dengan: ER = kuat penerangan (lux)

ΦL = arus cahaya lampu (lumen)

KP = koefisien pemakaian

FKC = faktor kerugian cahaya

J = jarak antar lampu (m)

L = lebar jalan (m)

Instalasi penerangan jalan

Untuk menyuplai penerangan pada ruas jalan yang panjang menimbulkan tegangan anjlok yang besar. Untuk mengurangi kerugian tegangan sekaligus untuk memperkecil penampang penghantar maka digunakan sistem instalasi dengan tegangan 1 kV.